ANYAMAN BAMBU
DESA WARENG, KECAMATAN PUNUNG, KABUPATEN PACITAN DI TENGAH-TENGAH ZAMAN PLASTIK
Bambu di Indonesia potensinya sangat menjanjikan, bambu merupakan tumbuhan mudah dikembangkan dan mempunyai daur hidup yang relatif cepat, dengan waktu panen hanya 3 - 4 tahun. Bambu merupakan tumbuhan yang diharapkan dapat dijadikan sebagai substitusi bahan baku kayu komersial, karena kayu komersial semakin lama produksinya semakin menurun dan harganya yang relatif mahal. Sedangkan bambu memiliki keunggulan tersendiri dibanding kayu, karena bambu mudah dikembangkan, ulet, elastisitas yang tinggi, mudah dibentuk dan harganya relatif murah dibandingkan dengan kayu.
Bambu merupakan salah satu
tanaman tropis yang banyak ditemukan di Indonesia. Tanaman sejenis rumput yang
memiliki batang beruas-ruas yang kuat dan tinggi ini memiliki fungsi penting
dalam tiga kebutuhan pokok manusia. Bambu dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
berbagai keperluan sandang, pangan, dan papan.
Dalam pangan, bambu muda (rebung) bisa
digunakan sebagai bahan dasar sayur yang lezat. Bambu juga bisa dimanfaatkan
dalam pembuatan rumah hunian, sehingga mampu menunjang kehidupan manusia dari
segi papan. Selain itu, bambu dapat diolah (dengan menganyam) menjadi beraneka
wadah, hiasan, dan aneka kebutuhan sandang yang lainnya seperti, Caping ( topi
), keranjang, lampu hias, tas, dan lain-lain.
Hasil anyaman dari bambu tidak
sekadar memiliki fungsi praktis, tapi juga fungsi estetis. Kerajinan anyaman
yang dihasilkan pun bukan sekadar barang, tapi juga mampu menjadi pemanis mata
yang bernilai seni dan indah.
Salah satu wilayah binaan
Penyuluh Kehutanan Kecamatan Punung yang mengembangkan kerajinan anyaman bambu adalah
Desa Wareng. Kerajinan anyaman bambu yang dihasilkan para perajin asal Desa
Wareng memiliki kekhasan tersendiri. Kerajinan anyaman bamboo yang dihasilkan
dari Kelompok Tani Hutan ( KTH ) Wono Jati
yang merupakan KTH yang ada di Desa Wareng adalah berupa produk rumah
tangga antara lain :
1. Tampah
2. Tebok
3. Caping
Anyaman bambu yang berupa
caping ini tidak semua orang bisa menganyamnya karena anyaman caping ini lebih
halus dari anyaman jenis lain. Dan anyaman caping ini hanya diproduksi oleh perajin
dari Dusun Wareng Kidul dan Tabuhan. Sedangkan untuk anyaman jenis Tampah dan
Tebok dihasilkan dari perajin yang ada di Dusun Klepu, Desa Wareng, Kecamatan
Punung.
Bambu yang digunakan
sebagai bahan baku anyaman didapatkan para perajin dari bambu hasil budidaya
sendiri dan jika mereka kehabisan bahan baku bambu biasanya membeli dari pasar lokal
yaitu dari Dusun Mojo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Biasanya, mereka membeli dalam bentuk batangan
dan baru memprosesnya hingga menjadi anyaman yang siap jual ke pasar.
Pemasaran produk anyaman bambu tersebut adalah pasar lokal dan para perajin sudah memiliki pelanggan atau pembeli sendiri. Produk anyaman tersebut ada yang diambil di rumah perajin, ada juga perajin yang menjual sendiri ke Pasar Punung, Kecamatan Punung, Pasar Belah, Kecamatan Donorojo dan Pasar Batu Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Mereka menjual anyaman setiap hari pasaran. Permintaan anyaman meningkat di saat musim tanam karena pada saat musim tanam banyak masyarakat yang membutuhkan peralatan rumah tangga untuk kegiatan di sawah atau kebun, baik itu untuk wadah makanan ataupun yang lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Kendala para perajin anyaman yang ada di Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan adalah pada saat ini mereka sudah mulai kesulitan dalam mendapatkan bahan baku bambu, sehingga mereka harus mencari bahan baku sampai keluar Desa wareng. Dan kendala yang ke dua adalah pada saat musim penghujan para perajin kesulitan dalan menjemur bahan setengah jadinya.
Membuat anyaman bambu
bukanlah mata pencarian utama para perajin. Sehari-hari, mereka berprofesi
sebagai petani. Tapi, karena anyaman bambu ini juga bisa untuk membantu
meningkatkan pendapatan tambahan mereka maka sampai saat ini para perajin yang
ada di Dusun Wareng Kidul, Tabuhan dan Klepu masih memproduksi anyaman bambu
ini. Harga kerajinan anyaman bambu Desa Wareng sangat bervariasi, tergantung
dari bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku yang berasal dari Bambu Hitam memiliki
harga yang lebih mahal karena mempunyai nilai estetika yang lebih tinggi. Dan
biasanya bambu hitam ini dipakai untuk membuat tampah. Harga tampah dari bambu hitam dijual Rp. 15.000, tampah dari bambu Jowo Rp. 12.000 dan untuk harga tebok ( tampah kecil ) Rp. 7.000. Produksi rata-rata per perajin anyaman adalah 20 buah tampah per 5 hari.
Di tengah serbuan
benda-benda plastik yang harganya lebih murah, kerajinan anyaman bambu KTH Wono
Jati Desa Wareng masih mampu bertahan dan memiliki pelanggan setia. Namun
demikian, masih diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar kerajinan anyaman
bambu dapat terus bertahan dan berkembang. Dan yang dbutuhkan saat ini dari
para perajin yang ada di Desa Wareng adalah bibit bambu dan pelatihan untuk modifikasi
berbagai jenis-jenis anyaman bambu selain yang sudah ada. Anyaman bambu selain
merupakan hasil kerajinan tradisional masyarakat Indonesia, dibanding
benda-benda plastik, anyaman bambu sangat ramah lingkungan.
Salam Lestari......!!!!!!🌱🌱🌱🌱🌳🌳🌳🌳🌳
Tidak ada komentar:
Posting Komentar